Enter your keyword

Bridging Differences

Tuesday, June 23, 2015

Ber-Diet Kantong Plastik Menuju Indonesia Bersih 2020 (LCF National Writing Competition 2015)

By On 6:04 AM
Tema : Aksiku untuk Perubahan Iklim Dunia

Ihwal masalah lingkungan, tidak akan habis untuk diperbicangkan. Setiap hari dapat kita saksikan di media cetak (baca : koran), problematika lingkungan apa saja yang tengah dihadapi tanah air kita. Salah satu masalah yang dekat dengan kita sehari-hari adalah sampah. Dapat kita lihat bahwa apa yang kita konsumsi pasti akan menghasilkan sampah. Ketika makan kita menghasilkan sampah organik. Saat berbelanja buku-buku yang terbungkus plastik menghasilkan sampah anorganik. Di pasar-pasar baik tradisional maupun modern, kantong plastik menjadi benda yang paling mudah untuk didapat. Sulit rasanya untuk tidak menghasilkan sampah sama sekali (zero waste). Aktivitas manusia memungkinkan setiap orang untuk menghasilkan sampah terus-menerus. Sejatinya menjadi perhatian serius baik pemerintah maupun elemen masyarakat lainnya untuk saling terintegrasi, koordinatif, kolaboratif dan komunikatif mengentaskan masalah lingkungan.


Merujuk pada data Greeneration Indonesia tahun 2009 bahwa setiap orang menggunakan 700 kantong plastik setiap tahunnya. Berarti sehari diperkirakan 2-3 kantong plastik Persentase sampah plastik sekitar 10-15% dari seluruh sampah yang dihasilkan manusia. Jika tidak ditanggulangi dengan baik, akan seperti bola salju. Awalnya tampak kecil, namun bila tidak dikendalikan akan menjadi bencana. Seperti kasus yang pernah terjadi di Kebun Binatang Surabaya. Seekor jerapah mati karena memakan kantong plastik yang ia anggap sebagai makanan.

Data lain datang dari Jurnal Science yang menyatakan bahwa Indonesia penyumbang sampah kantong plastik terbesar ke-2 di dunia setelah Tiongkok. Lebih dari 80% sampah plastik terbuang ke laut atau sekitar 8,8 juta ton. Berbagai pusat perbelanjaan, pertokoan, pasar dan lokasi belanja lainnya menyumbangkan banyak kantong plastik yang usia konsumsinya tidak lebih lama dari proses terurainya di tanah.

Sejak tahun 2010, Diet Kantong Plastik telah konsisten melakukan kampanye, advokasi dan edukasi ke lapisan masyarakat untuk mendorong mereka mengurangi penggunaan kantong plastik yang berlebihan. Bermula di Bandung dan sejak 2013 menjadi gerakan nasional yang terdiri dari berbagai organisasi lingkungan lainnya untuk sama-sama bergerak mengampanyekan pentingnya pengurangan kantong plastik. Pada tahun 2014 lalu, saya memutuskan untuk bergabung ke Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik. Awalnya karena sering menjadi relawan sampai akhirnya bergabung ke dalam organisasi secara menyeluruh.

 Kantong plastik sangat sulit terurai. Bahkan hanya sampai tahap terdisintegrasi dan membutuhkan waktu lebih dari 1000 tahun. Kantong plastik diproduksi secara massal dan memakan energi yang sangat besar dan tentunya menghasilkan banyak polutan ke atmosfir, mengeluarkan gas rumah kaca dan menyebabkan polusi udara.

Selama hampir 5 tahun berjalan, Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik sudah banyak memberikan inisiatifnya menuju Indonesia Bebas Sampah 2020. Aktivitas yang pernah dilakukan diantaranya yaitu wisata plastik dengan menyusuri Sungai Ciliwung untuk melihat kondisi lingkungan di sana yang dipenuhi sampah kantong plastik. Selain itu, adapula edukasi ke berbagai sekolah. Saya mengedukasi dan melatih anak-anak SD dan SMP di Bandung untuk memberikan pendidikan lingkungan khususnya pengurangan kantong plastik di sekolah dan lingkungan bermain. Tujuannya agar sedari dini mereka sudah mengetahui masalah-masalah lingkungan yang ada di sekitar dan menstimuli mereka sebagai penerus bangsa untuk mau bertindak.

Saya berupaya untuk melakukan kampanye melalui berbagai media dengan menyebarkan informasi seputar cara mengurangi penggunaan kantong plastik dan menganjurkan untuk menggunakan tas pakai ulang saat berbelanja. Usahakan pada langkah awalnya untuk selalu menolak kantong plastik. Dampak bisa dihasilkan secara signifikan jika langkah ini bisa dilakukan secara konsisten dan bertanggung jawab.

Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik sering mengampanyekan dan mensosialisasikan Perda Kota Bandung Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik di berbagai kesempatan. Di Jakarta sendiri sudah ada Surat Himbauan Nomor 1 Tahun 2013 dan Nomor 6 Tahun 2014 terkait pengurangan penggunaan kantong plastik saat diselenggarakannya Jakarta Fair.
Selama ini kami berkolaborasi dengan organisasi lingkungan lain seperti Bye-Bye Plastic Bag Bali yang memiliki tujuan sama yaitu mereduksi sampah kantong plastik yang dapat merusak alam, lingkungan dan sektor-sektor lain seperti pariwisata. Aksi yang saat ini sedang digalakkan oleh Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik yaitu sebuah petisi #pay4plastic di Change.org. Kami meminta partisipasi masyarakat untuk mendukung usulan ini yang nantinya akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama agar membuat peraturan khusus terkait pengurangan kantong plastik.

Organisasi seperti LCF dapat menjadi motor penggerak pemuda-pemudi Indonesia untuk bergandengan tangan menyelesaikan masalah lingkungan bersama. Mulailah untuk merumuskan solusi dan melakukan aksi yang berdampak bagi lingkungan. Bisa dengan membersihkan sungai yang kotor, menanam pohon di lahan produktif, mengajak para relawan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik dan patuh pada aturan pemerintah terkait penyelamatan lingkungan. Melalui langkah sederhana tersebut dipercaya dapat menyelesaikan masalah lingkungan dengan syarat harus dilakukan secara berkesinambungan. (Adisa Soedarso)

Edukasi #DietKantongPlastik ke sekolah di Bandung

Rampok plastik di Museum Asia Afrika 2015


FGD Diet Kantong Plastik


Pelatihan relawan #DietKantongPlastik

Saturday, June 20, 2015

#YourBeauty

By On 9:01 AM
As part of LCF missions to bridge differences, LCF is now part of a global campaign ‪#‎YourBeauty‬.

We have seen how media try to define beauty for us, that if you want to be beautiful you need to look a certain way. We believe that you are the only one who can define your own beauty! #YourBeauty


Wednesday, June 10, 2015

LCF in New York!

By On 7:39 PM
LCF akan mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh United Nations Alliance of Civilizations dan English First di New York, minggu ini! Kami akan memperkenalkan LCF lebih jauh lagi dengah harapan dapat memberikan yang lebih baik untuk kemajuan bersama. Mohon doa ya!

LCF will be in New York this week to participate in an event hosted by United Nations Alliance of Civilizations and English First. We will share our values and visions to the rest of the world in the hope that we will find the synergy to create a bigger and better impact moving forward. 

Selain itu, berikut kalian dapat lihat poster dan flyer LCF. Bagi kamu yang ingin memperkenalkan LCF ke teman-teman yang lain, bisa menggunakna ini!

Below you can also see our flyer and poster, read it and spread the word!



Terima kasih!
Have a good one everyone!

LCF is both sad and happy.

By On 7:37 PM
LCF is both sad and happy. Sad because tomorrow will be the last day of our 3rd Teaching Class in Batuan, Gianyar, Indonesia. At the same time, we are also thrilled to know that the class is a success.
Now, to make sure you are not sad, below you can find our newest LCF video. In this video you can know more about LCF in 11+ minutes, enjoy!
And please come to our class tomorrow, we will be holding our cultural day!



------------
LCF saat ini sedang sedih tapi gembira. Sedih karena besok merupakan hari terakhir kami mengajar di Batuan, Gianyar. Disaat yang bersamaan, kami juga sangat bahagia karena kegiatan Mengajar ke-tiga kami di Batuan berjalan dengan luar biasa.
Nah, untuk memastikan kalian tidak sedih, berikut kami unggah video terbaru LCF untuk mengenal LCF lebih jauh lagi. Tonton ya!
Jangan lupa untuk datang besok ke Batuan, LCF akan ada hari perpisahan bersama murid-murid disana.
Thank you, terima kasih!

Pengen ngintip kelas LCF Mengajar di Batuan, Gianyar?

By On 7:34 PM
Pengen ngintip kelas LCF Mengajar di Batuan, Gianyar?

Want to take a look at LCF 3rd Teaching Class at Batuan, Gianyar?
Ini dia!

Check this out!

Saturday, May 23, 2015

LCF Youth Climate Change Hero - Youth Camp on Climate Change

By On 12:06 AM
This project aims to raise awareness about climate change, promote civic engagement for students, and increase the capacity for future leaders to solve environmental issues in their community. These camps will enable the next generation to create solutions to curb carbon emission and mitigate the negative impacts of climate change. Our integrated learning through action approach will empower high school and university students to become agents of change in their local communities.



The camp will host 4 interactive climate change youth camps for 100 campers. Our camps in West Kalimantan and Bali will last 3 days and focus on building conservation, adaptation and leadership skills as campers develop solutions to daily environmental problems. Lessons will include collaborative lectures, case studies, documentaries, skills-building workshops, and informal discussions. As a final project, campers will divide into small groups and formulate an Action Plan and Voluntary Commitment to tackle an issue in their community.

We are hoping to see an increased in awareness and leadership skills among the 100 students from 10 Indonesian provinces who participate in our camps. Students will be required to design a mitigation project in their local communities. As a direct result, at least 8 projects will be locally implemented, creating local change while raising awareness about adaptability and mitigation. As campers share camp lessons and implement projects, family, friends, and community members will increase their climate change awareness and better understand the link between their actions and the environment’s wellbeing.

Finally, these camps will hopefully empower the next generation of leaders, social-entrepreneurs, and change-makers by building their capacity to design, implement, and evaluate projects. The camps will also establish a community of like-minded youth who can continue to work together and discuss climate change challenges through social media and in-person well after the camps conclude.



Wednesday, May 13, 2015

Masa Depan Bali Tanggung Jawab Semua (LCF National Writing Competition)

By On 3:52 AM

 Tema : Alih Fungsi Lahan dan Masa Depan Bali


Land For Sale, Dijual Tanah, Segera Dibangun, dan tulisan-tulisan semacam itu sudah tak asing bagi kita, khususnya masyarakat Bali. Dewasa ini, setiap lahan kosong sudah tak luput dari tulisan yang tujuannya untuk menawarkan lahan mereka pada orang-orang yang berminat untuk membeli tanah. Harga tanah yang selangit untuk setiap arenya membuat pemilik lahan tergiur untuk menjual tanah mereka, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi keuangan mendesak.
Sedikit demi sedikit sesungguhnya lahan di Bali sudah berpindah tangan akibat keberingasan masyarakatnya yang menjual lahan mereka kepada siapa pun. Tak peduli akan dijadikan apa lahan tersebut ke depannya, yang terpenting adalah hasil yang didapat dari penjualan lahan tersebut. Hal seperti inilah yang kini tengah mengancam Bali.
Sangat sulit bagi orang Bali untuk menemukan lahan persawahan di perkotaan, seperti Denpasar maupun Badung. Mengapa hal itu bisa terjadi? Alasannya sederhana, karena setiap sudut kota sudah dijejali oleh berbagai bangunan permanen, hotel, pertokoan, dan bangunan-bangunan sejenisnya. Tidak hanya di perkotaan, keadaan seperti itu beberapa tahun terakhir telah merembes ke pelosok-pelosok desa yang lahannya masih hijau. Lihat saja daerah Tegenungan di Sukawati salah satunya. Empat tahun lalu, di sekitar daerah Tegenungan hanya ada beberapa bangunan perumahan. Jalanan di sekitarnya juga masih rindang dan sejuk. Namun, jika dilihat setahun belakangan ini, pembangunan villa dan jalan sudah tak terkendali. Sayangnya, pembangunan tersebut tidak hanya dilakukan di daerah persawahan. Daerah yang dulunya hutan juga menjadi sasaran dari pembangunan yang tak ada hentinya. Tulisan-tulisan yang menawarkan lahan juga semakin banyak bertebaran di daerah Tegenungan. Sangat miris memang melihat dalam kurun waktu lima tahun, sudah terjadi perubahan yang signifikan untuk daerah pedesaan seperti Tegenungan.
Tidak hanya Tegenungan, daerah-daerah lain di Bali sebagian besar juga mengalami kondisi yang sama. Lahan-lahan yang sebelumnya menjadi lahan persawahan, kini telah dihiasi dengan berbagai bangunan modern berupa villa, hotel, dan sejenisnya. Anehnya, warga mancanegara mendominasi kepemilikan bangunan dan lahan-lahan seperti yang telah disebutkan. Sementara orang-orang Bali hanya menjadi pelayan atau bahkan hanya menjadi penonton yang tak bisa berkutik. Jika hal ini dibiarkan, bukan hal yang mustahil jika beberapa tahun ke depan orang Bali menjadi tamu atau lebih buruk menjadi pembantu di tanahnya sendiri. Sebagai masyarakat asli Bali dan generasi penerus, sudah tidak sepantasnya kita menutup mata dan telinga mengahadapi alih fungsi lahan yang kian mengganas. Sebab peralihan fungsi lahan tidak hanya memengaruhi aspek lingkungan saja. Tradisi nyubak di Bali bisa hilang karena peralihan fungsi lahan ini. Petani bisa kehilangan pekerjaan karena sudah tak adanya lahan. Serta anak-anak yang menjadi penerus kehidupan di Bali hanya akan dapat mendengar cerita saja di kemudian hari jika hal seperti di atas masih dibiarkan. Dan masih ada kemungkinan-kemungkinan terburuk yang harus dihadapi masyarakat Bali akibat alih fungsi lahan ini.
Melihat keadaan yang sudah mulai kritis ini, kesadaran akan masa depan Bali sudah harus ditanamkan sejak dini. Orang Bali yang sejak dulu sudah di ninabobokan dengan keindahan alamnya, kebudayaannya, keunikannya, dan hal-hal sejenis itu sudah harus bangun dari tidur mereka. Kalaupun ada yang sudah bangun, pada umumnya mereka sudah langsung ingin merubah dunia. Mereka berpikir keras untuk membuat dunia menjadi lebih baik, namun tidak memikirkan tempat tinggal mereka terlebih dahulu. Sikap seperti itu memang bagus, namun akan lebih baik jika dimulai dari sekitar terlebih dahulu, sebab dari hal kecil itu secara perlahan akan merambah ke yang lebih luas.
Pada kasus ini, tidak hanya masyarakat dan pemilik tanah yang menjadi penanggung jawab. Pemberian izin terhadap pembangungan yang terus menerus juga harus diperketat. Semua golongan sudah harus bekerja sama untuk menghadapi masalah ini. Solusi yang diambil juga harus tepat. Dengan demikian, kerjasama masyarakat dan solusi yang diambil secara perlahan harus dapat mengambalikan wajah Bali dan masa depan Bali yang sesungguhnya. Semua memang butuh proses yang panjang dan tidak instan, tapi jika sudah ada usaha yang benar-benar serius, niscaya hasil  yang akan diperoleh tidak akan mengecewakan. Hanya saja sekarang kembali pada masyarakat sendiri. Hanya ingin menjadi penonton hancurnya masa depan Bali? Atau menjadi bagian untuk membuat Bali kembali dan lebih baik seperti dulu?


Biodata Penulis
:
Nama lengkap saya Ni Wayan Anik Wikantari dan kerap disapa Anik oleh teman-teman. Sekarang saya tinggal di Br. Batusepih, Kemenuh, Sukawati. Saya lahir 17 tahun silam, tepatnya 5 Maret 1998. Alsan saya ikut dalam event yg diselenggarakan LCF karena ingin berpartisipasi dalam ulang tahun LCF, tema yang disajikan sangat menarik, ingin mencari pengalaman juga serta lewat tulisan saya ingin melakukan sedikit perubahan. Untuk menghubungi saya, bisa via fb Anik Wikantari, twitter @AniikW email: Anikwikantari@yahoo.com atau ponsel 089696358182.




Popular